Senin, 12 Maret 2018

RUMUS TAMBAH RIZQI & HARTA :

RUMUS TAMBAH RIZQI & HARTA 

1. BERSYUKUR

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya JIKA KAMU BERSYUKUR, niscaya Aku akan MENAMBAH (NIKMAT) kepadamu,

tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”
(Qs. Ibrohim : 7)

Aplikasinya :

Setiap kita mendapatkan nikmat sekecil atau seremeh-temeh apapun, ucapkan Alhamdulillah dg hati yg senang dan bersyukur.

2. BANYAK BERISTIGHFAR - MEMOHON AMPUN ATAS DOSA

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

maka aku berkata (kepada mereka), “MOHONLAH AMPUNAN kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia MEMPERBANYAK HARTA dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.”
(Qs. Nuh : 10-12)

Aplikasinya :

Rutinkan beristighfar minimal 100x sehari. Lebih utama di pagi hari, dan lakukan istiqomah SETIAP HARI TANPA TERLEWAT SEHARI PUN

3. MENDO'AKAN ORANG LAIN TANPA SEPENGETAHUANNYA : AGAR RIZQI NYA HALAL, LUAS, MELIMPAH & BAROKAH

إن دعوة المرء المسلم مستجابة لأخيه بظهر الغيب، عند رأسه ملك موكل، كلما دعا لأخيه بخير، قال: آمين، ولك بمثل”. قال: فلقيت أبا الدرداء في السوق، فقال مثل ذلك، يأثر عن النبي صلى الله عليه وسلم.

“Sesungguhnya do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan).

Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas meng-Aamiin-kan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Aamiin. Engkau akan mendapatkan yang sama dengan saudaramu tadi.”
(HR. Shohih Muslim)

*Aplikasinya :

LATIH DIRI KITA AGAR SETIAP melihat pedagang buah, tukang bakso, siomay, dll do'akan dalam hati agar dagangannya laris, rizqi nya melimpah luas dan barokah

Ketika lihat tukang service jam, tukang jahit, permak, sol sepatu, do'akan tanpa sepengetahuannya agar usahanya lancar, pelanggan nya puas dan senang, rizqi nya banyak melimpah berkah dan datang dari arah yg tidak disangka2.

demikian juga biasakan berdo'a dg sembunyi2 untuk orang2 lainnya.

RASAKAN SENDIRI PERBAIKAN DALAM HIDUPMU DENGAN SEGERA, INSYAA ALLOH... , dan bersyukurlah dg sebenar2nya

Wallohu a'lam

MBAH JUM

MBAH JUM

Oleh : Irene Radjiman

Begitulah beliau dipanggil. Aku sempat bertemu dengannya 5 tahun yang lalu saat berlibur di Kasian Bantul Yogyakarta. Nama desanya saya lupa.

Mbah Jum seorang tuna netra yang berprofesi sebagai pedagang tempe. Setiap pagi beliau dibonceng cucunya ke pasar untuk berjualan tempe. Sesampainya dipasar tempe segera digelar. Sambil menunggu pembeli datang, disaat pedagang lain sibuk menghitung uang dan ngerumpi dengan sesama pedagang, mbah Jum selalu bersenandung sholawat. Cucunya meninggalkan mbah Jum sebentar, karena ia juga bekerja sebagai kuli panggul dipasar itu. Dua jam kemudian, cucunya datang kembali untuk mengantar simbahnya pulang kerumah. Tidak sampai 2 jam dagangan tempe mbah Jum sudah habis ludes. Mbah Jum selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya. Sebelum pulang mbah Jum selalu meminta cucunya menghitung uang hasil dagangannya dulu. Bila cucunya menyebut angka lebih dari 50 ribu rupiah, mbah Jum selalu minta cucunya mampir ke masjid untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak amal.

Saat kutanya : “kenapa begitu ?”

“karena kata simbah modal simbah bikin tempe Cuma 20 ribu. Harusnya simbah paling banyak dapetnya yaa 50 ribu. Kalau sampai lebih berarti itu punyanya gusti Allah, harus dikembalikan lagi. Lha rumahnya gusti Allah kan dimasjid mbak, makanya kalau dapet lebih dari 50 ribu, saya diminta simbah masukkin uang lebihnya kemasjid.”

“Lho, kalo sampai lebih dari 50 ribu, itukan hak simbah, kan artinya simbah saat itu bawa tempe lebih banyak to ?” Tanyaku lagi

“Nggak mbak. Simbah itu tiap hari bawa tempenya ga berubah-ubah jumlahnya sama.” Cucunya kembali menjelaskan padaku.

“Tapi kenapa hasil penjualan simbah bisa berbeda-beda ?” tanyaku lagi

“Begini mbak, kalau ada yang beli tempe sama simbah, karena simbah tidak bisa melihat, simbah selalu bilang, ambil sendiri kembaliannya. Tapi mereka para pembeli itu selalu bilang, uangnya pas kok mbah, ga ada kembalian. Padahal banyak dari mereka yang beli tempe 5 ribu, ngasih uang 20 ribu. Ada yang beli tempe 10 ribu ngasih uang 50 ribu. Dan mereka semua selalu bilang uangnya pas, ga ada kembalian. Pernah suatu hari simbah dapat uang 350 ribu. Yaaa 300 ribu nya saya taruh dikotak amal masjid.” Begitu penjelasan sang cucu.

Aku melongo terdiam mendengar penjelasan itu. Disaat semua orang ingin semuanya menjadi uang, bahkan kalau bisa kotorannya sendiripun disulap menjadi uang, tapi ini mbah Jum…?? Aahhh…. Logikaku yang hidup di era kemoderenan jahiliyah ini memang belum sampai.

Sampai rumah pukul 10:00 pagi beliau langsung masak untuk makan siang dan malam. Ternyata mbah Jum juga seorang tukang pijat bayi (begitulah orang dikampung itu menyebutnya). Jadi bila ada anak-anak yang dikeluhkan demam, batuk, pilek, rewel, kejang, diare, muntah-muntah dan lain-lain, biasanya orang tua mereka akan langsung mengantarkan ke rumah mbah Jum. Bahkan bukan hanya untuk pijat bayi dan anak-anak, mbah Jum juga bisa membantu pemulihan kesehatan bagi orang dewasa yang mengalami keseleo, memar, patah tulang, dan sejenisnya. Mbah Jum tidak pernah memberikan tarif untuk jasanya itu, padahal beliau bersedia diganggu 24 jam bila ada yang butuh pertolongannya. Bahkan bila ada yang memberikan imbalan untuk jasanya itu, ia selalu masukan lagi 100% ke kotak amal masjid. Ya ! 100% ! anda kaget ? sama, saya juga kaget.

Ketika aku kembali bertanya : “kenapa harus semuanya dimasukkan ke kotak amal ?”

mbah Jum memberi penjelasan sambil tersenyum :
“Kulo niki sakjane mboten pinter mijet. Nek wonten sing seger waras mergo dipijet kaleh kulo, niku sanes kulo seng ndamel seger waras, niku kersane gusti Allah. Lha dadose mbayare mboten kaleh kulo, tapi kaleh gusti Allah.” (Saya itu sebenarnya nggak pinter mijit. Kalau ada yang sembuh karena saya pijit, itu bukan karena saya, tapi karena gusti Allah. Jadi bayarnya bukan sama saya, tapi sama gusti Allah).

Lagi-lagi aku terdiam. Lurus menatap wajah keriputnya yang bersih. Ternyata manusia yang datang dari peradaban kapitalis akan terkaget-kaget saat dihadapkan oleh peradaban sedekah tingkat tinggi macam ini. Dimana di era kapitalis orang sekarat saja masih bisa dijadikan lahan bisnis. Jangankan bicara GRATIS dengan menggunakan kartu BPJS saja sudah membuat beberapa oknum medis sinis.

Mbah Jum tinggal bersama 5 orang cucunya. Sebenarnya yang cucu kandung mbah Jum hanya satu, yaitu yang paling besar usia 20 tahun (laki-laki), yang selalu mengantar dan menemani mbah Jum berjualan tempe dipasar. 4 orang cucunya yang lain itu adalah anak-anak yatim piatu dari tetangganya yang dulu rumahnya kebakaran. Masing-masing mereka berumur 12 tahun (laki-laki), 10 tahun (laki-laki), 8 tahun (laki-laki) dan 7 tahun (perempuan).

Dikarenakan kondisinya yang tuna netra sejak lahir, membuat mbah Jum tidak bisa membaca dan menulis, namun ternyata ia hafal 30 juz Al-Quran. Subhanallah…!! Cucunya yang paling besar ternyata guru mengaji untuk anak-anak dikampung mereka. Ke-4 orang cucu-cucu angkatnya ternyata semuanya sudah qatam Al-Quran, bahkan 2 diantaranya sudah ada yang hafal 6 juz dan 2 juz.

“Kulo niki tiang kampong. Mboten saget ningali nopo-nopo ket bayi. Alhamdulillah kersane gusti Allah kulo diparingi berkah, saget apal Quran. Gusti Allah niku bener-bener adil kaleh kulo.” (saya ini orang kampong. Tidak bisa melihat apapun dari bayi. Alhamdulillah kehendak gusti Allah, saya diberi keberkahan, bisa hafal Al-Quran. Gusti Allah itu benar-benar adil sama saya).

Itu kata-kata terakhir mbah Jum, sebelum aku pamit pulang. Kupeluk erat dia, kuamati wajahnya. Kurasa saat itu bidadari surga iri melihat mbah Jum, karena kelak para bidadari itu akan menjadi pelayan bagi mbah Jum.

Matur nuwun mbah Jum, atas pelajaran sedekah tingkat tinggi 5 tahun yang lalu yang sudah simbah ajarkan pada saya di pelosok desa Yogyakarta.

Persiapan LO - Laparoskopi ; Konsul Dokter Penyakit Dalam, Jantung, Anastesi (12,13,14 Maret 2018)

Konsul Dokter Penyakit Dalam (12 Maret 2018)

Di RSUP Fatmawati, kita konsul ke poli sehari maksimal 1 poli. Jadi ga kayak di RS swasta gitu yang bisa semuanya dilakukan dalam 1 kali kunjungan. Dan untuk berkunjung ke 1 poli aja, masyaAllah bener2 bikin sakit kepala.. karena antriannya banyak banget.. Semisal hari ini aku ke poli penyakit dalam, jam stgh 8 aku udah standby di loket pendaftaran.. tapi baru dipanggil di loket itu jam stgh 10. Setelah itu antri lagi di poli nya.. dan aku baru dipanggil itu jam 11an menjelang dhuhur karena pas keluar Poli pas banget adzan dhuhur.. Padahal mah ketemu dokternya kayaknya ga ada 5 menit deh.. Cuma ditanya riwayat penyakit aja sama dibilangin kalau hasil cek lab nya bagus ga ada masalah, dan kamu saya acc untuk operasi. Wis gitu thok.. Lanjut besok untuk konsul dokter jantung, besoknya baru ke dokter anastesi.. Yang anastesi itu tanpa pengantar, cuma dibilangin sama suster di penyakit dalam pas ngumpulin mapnya.

Oya untuk hasil cek lab nya bener2 aku lupa foto.. padahal nginep di rumah hampir seminggu itu.. ga tau juga kalau hasil lab nya bakal di ambil. Tapi ya meskipun di fotoin kita ga ngerti juga bacanya..
Kalau yang aku lihat sih ada sedikit bakteri di urine nya.. feeling sih karena kurang minum aja.


Konsul Dokter Jantung (13 Maret 2018)

Di poli ini masih sama sih antrinya lama.. Pagi-pagi setelah dari loket pendaftaran, langsung antri ke poli jantungnya.. Karena masih pagi sekitar jam 8 lewat dan dokter belum datang juga.. Jadi di poli jantung diadakan seminar tentang jantung koroner. Dijelaskan juga penyebab-penyebabnya, dan untuk mencegahkan harus bagaimana. Kesannya simple sih ya, tapi ini penting karena kebanyakan penyakit jantung itu mengenai orang usia 50 ke atas.. Orang yang mempunyai keluarga yang punya sakit jantung, kemungkinan akan menurun ke keturunannya tapi ga setiap yang punya sakit jantung adalah turunan dari ortunya.. Kita juga wajib menjaga kesehatan, jaga makan dan rutin olahraga.

Oya, alhamdulillah sih dulu sudah pengalaman rekam jantung (EKG). Buat temen2 yang mau konsul ke poli ini untuk persiapan operasi, usahakan pakai kemeja yaa.. atau baju kaos yang gampang buat dilipat ke atas.. karena kita bener2 telanjang dada untuk rekam jantung ini.. tenang aja.. disini rekam jantungnya dipisah kok antara laki2 dan perempuan..
Setelah EKG baru tunggu panggilan ke dokter jantung.. Sayangnya pas giliranku, para dokter lagi rapat pajak.. Dan pas aku masuk, dokternya masih aja debat masalah pajak..
Ngomongin pajak sih emg sekarang jadi krusial yaa.. di kantorku yang notabene lembaga non profit, sekarang udah dikenakan pajak, dan kita2 juga sudah mulai diwajibkan untuk lapor pajak mandiri tiap bulan.. meskipun ptkp nya nihil. Aku sih ga begitu paham yaa.. silahkan bertanya pada ahlinya.

Eh terus pas ke dokter, dokternya cuma ngecek detak jantuk pake stetoskop, liat berkas dan bilang "bagus". Kayaknya sih ga nyampe 5 menit yaah..


Konsul Dokter Anastesi (14 Maret 2018)

Dan terakhir adalah konsul ke dokter anastesi. Sejauh ini, konsul kesinilah yang tercepat dari semuanya.. Daftarnya juga via online sih langsung dapet nomor, esoknya langsung ke loket 10 yang khusus pendaftaran online.. Menurutku lebih cepet daftar online karena bisa dapet nomor awal, dan antriannya belum sebanyak kalau kita antri di loket aslinya. Habis dari situ ngumpulin ke keranjang poli, ga lama dipanggil untuk tensi dan disuruh isi surat pernyataan menyetujui untuk tindakan anestesi nya.. dipanggil lagi ketemu dokter, cuma ditanya2 sebentar terkait riwayat penyakit, trus diinfo sebelum operasi puasa minimal 6 jam ga makan dan minum, biusnya total. Udah gitu aja trus pulang.. thats simple. Biasanya kelar konsul jam 12 pas dhuhur, eh ini jam 10-an juga udah kelar.

InsyaAllah senin terakhir konsul ke dokter kandungan. Mohon do'anya ya teman-teman..

Eh lupa, disana sih tiap jam 8 teng, di loket selalu ada pengarahan dari petugas. Ada beberapa hal sih yang aku inget, kurang lebih:
  1. Pendaftaran poli sudah bisa online , pake sistem yang disediakan RS sudah siap cetak nomor antrian atau bisa via web RSUP Fatmawati (di sini). Kecuali poli jantung dan penyakit dalam kalau ga salah, karena dua poli itu sudah cetak tiket dari polinya sendiri. Tapi ini bisa ditanyakan aja ke petugas yaa.. karena lagi fokus antrian jadi agak kurang2 denger gitu deh.
  2. Pendaftaran poli sudah bisa scan barcode bpjs di tempat pengambilan nomor antrian. Ini baru ada di poli kebidanan dan kandungan aja.
  3. Peserta bpjs bisa dari klinik/puskes langsung ke fatmawati. Tapi, harus ke kantor bpjs yang di fatmawati dulu baru ambil nomor antrian untuk ke loket pendaftaran. Kata petugasnya sih malah ribet, karena antrian di BPJS nya aja panjang banget.. bahkan bukanya sama dengan jam buka di loket pendaftaran RS. Jadi bisa siang baru kelar pendaftaran di loketnya.. lebih simple kalau dari klinik/puskes ke RS tipe B dulu baru minta rujuk ke RS tipe A (Fatmawati), itu langsung bisa ambil nomor di loket pendaftaran.
  4. Berkas yang harus dilengkapi atau harus dibawa serta bagi peserta BPJS : copy rujukan dari klinik/puskes, copy rujukan dari RS tipe B dan copy BPJS. Setiap daftar di loket pendaftaran harus menyertakan dua rujukan itu yaa,, meskipun aku waktu itu cuma 1 doang rujukan dari RS tipe B nya aja yang lampirkan. Tapi buat jaga2 daripada bolak balik ya mending dicopy juga sekalian.. 
  5. Masa berlaku rujukan adalah 3 bulan sejak diterbitkannya surat rujukan tersebut. Misal di situ tertulis bulan January 2018, maka bulan April kalau mau kesitu untuk konsul, periksa atau kontrol apapun.. harus sudah diperpanjang. Kalau ga ya ga bisa.. eh bisa sih, tapi harus ngurus2 ke kantor bpjs yang di rs fatmawati dulu, ribet.

Itu aja sih.. makasih udah baca !


Selasa, 06 Maret 2018

Bagaimana menabung agar dapat 100 juta pertama?

Bagaimana menabung agar dapat 100 juta pertama?


1. Tunda semua kesenangan yang pake duit. Ex : jajan, beli pakaian, sepatu, tas, etc.
2. Tiap dapat rezeki, langsung alokasikan mau nabung berapa. Jangan nunggu sisa baru nabung.
3. Buka rekening khusus untuk menabung. Tapi rekeningnya yang tanpa atm ya.
4. Setiap menabung di bank, ingat untuk melakukan hal ini : DATANG, TABUNG, LUPAKAN! ---> Maksudnya ga usah diinget-inget lagi kalau kita punya tabungan sekian. Untuk melatih otak kita agar tidak panas saat kita punya banyak uang.
5. Saat terkumpul 5 juta pertama, langsung depositokan. Untuk tahap awal, bisa coba deposito yang 3 bulan dulu. Selanjutnya, jika sudah terlatih memanage bisa ambil deposito yang tahunan.
6. Simpan bilyet deposito 1. Mulai menabung lagi hingga terkumpul 5 juta ke-2, lalu depositokan lagi seperti proses sebelumnya. Begitu seterusnya hingga terkumpul banyak bilyet 😂.  Keuntungannya, saat kita benar-benar butuh uang banget, ga semua deposito dicairkan. (Kalau bisa sih jangan terpakai ya).
7. Simpan semua bilyet di tempat yang aman. Dan pliiiiis, jangan diinget-inget kalau kita punya deposito sekian, tabungan sekian. Tetap hidup sewajarnya. Untuk semua hal  yang gak bikin kita mati kalau gak beli, berarti bisa ditunda/dicancel!!!
8. Setelah terkumpul 25 juta pertama, silakan jadikan 1 deposito. Dan ingat, tetap menabung. Lakukan seterusnya hingga kebiasaan ini benar-benar menjadi life style kamu dan keluargamu.
9. Mulai dari point no 1 lagi, hingga terkumpul 25 juta ke-2, lalu satukan deposito kamu menjadi deposito 50 juta pertama kamu, dst dst dst hingga suatu saat nanti akan tercipta tabungan 100 juta pertama kamu. Aamiin ...

Nikmati prosesnya. Jangan lupa untuk dipotong zakat maal dan sedekah. Ini bukan masalah uangnya, tapi bagaimana kita membentuk mental kaya. Saat orang sibuk menghabiskan/membelanjakan uangnya, mari kita sibuk menabung uang kita. Setelah terkumpul uang dalam jumlah tertentu, kita dapat membeli aset untuk menambah tabungan kita dalam bentuk lain.

Selamat mencoba 🤗


DS, 9 Januari 2017
(inisial di ambil dari FB temen, cuma lupa siapa namanya)

ASMARA KEDUA

Aku menikah di usia yang tak lagi belia, hampir kepala tiga. Padahal orang-orang bilang aku cantik, putih dan tinggi, meski hidungku tak mancung tapi bertengger manis.

Tak laku? bukan sih, banyak yang naksir atau yang terang-terangan ngajak nikah, tapi hatiku telah terikat dengan Arkan teman sepermainan dari kecil, selisih usia dua tahun. Dari kecil dia baik selalu melindungi dan ngemong. Makin dewasa kami makin dekat dan akhirnya kita punya komitmen untuk membina rumah tangga.

Meski usia kita telah cukup, begitupun dengan finansial, dia bekerja dengan gaji yang cukup dan akupun sama bekerja di perusahaan swasta. Tapi Arkan selalu menunda dengan alasan tak mau melangkahi Bang Johan.

Bang Johan Kakak dari Arkan, ganteng tapi dingin jarang ada senyum di bibirnya, dari cerita Arkan Bang Jo ditinggal calon istrinya beberapa hari sebelum pernikahan, calonnya pergi dengan laki-laki lain.

"Tapi sampai kapan kita menunggu Bang Jo, Ar?"
"Sabar Cha, percaya pada suratan takdir," jawab Arkan dengan tetap tenang.
"Sabar sih sabar, Ar! tapi ingat usiaku, hampir tiga puluh," kataku dengan suara tercekat saat sadar bilangan yang kusebut. "Lagian kalau tidak usaha mana bisa kita nikah," lanjutku berapi-api.
"Jangankan mendekati tiga puluh, sampai nenek-nenek kau tetap yang terindah buatku, Cha."
"Halah ... gombal kaya abege!"
~
Seminggu setelah kejadian itu aku tak bertemu Arkan, hingga malamnya setelah shalat maghrib aku tenggelam dalam bacaan kalamullah, pintu kamar diketuk dan Ibu memanggil.
Kututup Al Qur'an dam membuka pintu. Ibu langsung masuk dengan tergesa.

"Kalau mau ada tamu ya bilang atuh, Neng! kan Ambu malu tak ada suguhan," cecar Ibu.
"Tamu, tamu siapa Bu?"
"Keluarga besar Pak Ibrahim datang."
"Hah? kaget bahagia dan beraneka rasa berebut masuk dihatiku.
"Sudah, kamu dandan yang cantik, Ibu tunggu di depan,"
"Tapi, Bu."
"Sudah, ayo cepet!"

Gamis merah hati dipadukan dengan kerudung senada, setelah rapi aku menyusul Ibu ke ruang tamu. Benar saja semua keluarga Pak Ibrahim sudah memenuhi ruangan hanya terselip Apa, Ambu dan adikku Naufal.
Kuedarkan pandangan kenapa Arkan tidak ada.

"Sini duduk, Teh!" Naufal menuntunku duduk di sampingnya.
"Kak Arkan tidak ikut," bisiknya, paham dengan hatiku karena dia satu-satunya yang tahu hubungan kami.
"Nah karena Nak Nissa sudah hadir, boleh kami sampaikan maksud kedatangan kami?" Paman Hamdan yang merupakan adik Pak Ibrahim mulai bicara.
"Silahkan, sambil disambi ngopi," jawab Apa.

Akhirnya mereka mengutarakan niat mereka menghitbah aku, juga resepsi yang jangan dilama-lama, segera ditentukan katanya.

"Bagaimana Cha?" tanya Ibu.
"Sebentar, saya ikut bicara. Bapak sekeluarga menghitbah Kak Nisa buat siapa? mengingat putra Bapak ada dua," kata Naufal.
Ah ... ini anak memang dewasa sikapnya, meskipun posisinya sebagai adik tapi aku sering bermanja dan meminta pendapatnya bila ada masalah.
"Betul, kami lupa," kata Pak Ibrahim. Disambut tawa semuanya, aku hanya tersenyum.
"Kami menghitbah Nak Annisa untuk putra kami Johan," sambung Paman Hamdan.

Derrrrr!
Jantungku bagai kena setrum dan langsung menjalar keseluruh tubuh, lesu, marah, kecewa dan kaget.

"Bagaimana Nak Nisa?" tanya Pak Ibrahim, sementara Bang jo hanya tersenyum, saat kucoba mencuri pandang.
Dengan segenap kekuatan aku menjawab.
"Saya minta waktu, Pak, Bu. Tiga hari sampai seminggu."
"Baiklah kalau begitu, karena kami sudah ngopi, makan isi toples hampir ludes dan yang penting jawaban Nak Nisa, kami mau pamit," kata Pak Ibrahim.
Sepeninggal keluarga Arkan aku segera masuk kamar, kutelpon Arkan dengan gusar. Apa ia tahu keluarganya menghitbah aku untuk Bang jo.

"Iya, Cha! ... aku tahu," jawabnya.
"Lalu?"
"Aku tak bisa berbuat apa-apa, maafkan aku Cha."
"Kamu tak sanggup mengatakan pada keluargamu, tentang hubungan kita?"
"Sekali lagi maafkan ketidak berdayaan aku, Cha. Kuharap kamu mau terima Bang Jo."
Hakss! Aku tutup telpon, kulempar ke atas kasur. Marah dan kecewa lagi-lagi mengerubingi rasaku.
Tiga hari aku belum bisa memberi jawaban, semua samar dalam pikiranku. Kebencian pada Arkan, membuat pikiranku mengusulkan untuk menerima Bang Jo.
Handphonku berdering tanda sms masuk, dari Arkan.
"Asslamu alaikum, Cha. Aku pamit ditugaskan ke perusahaan cabang di pelosok. Maafkan aku."
Tak kubalas, meski hati menangis antara rindu, kesal dan kecewa.
~~
Sebulan sudah aku resmi jadi istri Bang Jo, pernikahan yang sangat diharapkan dua keluarga. Entah denganku dan Bang Jo.
Arkan tak ada kabar, seperti hilang ditelan bumi. Saat pernikahan kami ia pun tak hadir, saat aku tanyakan pada Danisa adik bungsunya, ia bilang sibuk ada pekerjaan yang tak bisa di tinggal.

Benar kata pepatah 'Tresna jalaran saka kulina' akhirnya aku merasa nyaman berada di samping Bang Jo, mulai sedikit menggeser singgasana Arkan di hatiku.

Kami pindah rumah karena pekerjaan Bang Jo mengharuskan kami pindah ke lain kota. Delapan tahun pernikahan dua orang buah hati kami telah hadir. Sang Kakak Fahri dan adiknya Farah. Telah tumbuh dengan lucu dan sehat. Lengkap sudah rasanya kebahagiaan ini. Tinggal merawatnya karunia yang tak terhingga ini.
~~~
Braaaaaaaak!!
Mobil yang kami tumpangi ditabrak sebuah truk dengan kecepatan tinggi. Anak-anak yang duduk di belakang itu yang terpikir. Tapi sebelum aku meraih mereka semua terlihat gelap.

Aku dan Bang Jo terluka parah, seminggu Bang Jo koma dan aku tak berdaya dengan berbagai luka. Sebulan aku mulai pulih dan merawat Bang Jo. Anak-anak tak mengalami luka serius karena posisi mereka yang duduk di belakang.

Dua bulan Bang Jo boleh pulang, dan harus terapi seminggu sekali. Ia belum bisa berjalan karena retakan di tulang punggung juga pendarahan di bagian kepala.

Kujalani dengan berusaha tabah. Merawat Bang Jo, anak-anak dan menjaga toko untuk sumber penghasilan kami, karena otomatis Bang Jo tidak lagi bekerja. Untuk pengobatan mertua dan adik iparku Danisa yang membantu.

Tiga tahun aku menjalaninya, ketika suatu malam Bang Jo melambai dari kursi roda di ruang keluarga.

"Ada apa, Bang?"
"Maafkan Abang, telah banyak menyusahkan kamu, jaga anak-anak ya," katanya sambil membelai kepalaku.
"Abang ngomong apa, sih? Abang akan sehat, kita membesarkan anak-anak bersama."
Abang hanya tersenyum, lalu meninggakanku begitu saja. Setelah melihat anak-anak di kamarnya aku menyusul Bang Jo ke kamar, ia tengah berbaring dengan menatap langit-langit.
"Abang ngantuk?"
"Iya Nis, mata pengen merem terus."
"Ya sudah, Abang tidur.”
“Sini temani!” katanya sambil menepuk kasur di sampingnya.
Aku menurut, merebahkan tubuh di sampingnya. Ketika Bang Jo tiba-tiba memijit hidungku gemas.
“Abang, sakit tahu!” kataku pura-pura ngambek.
“Mau lagi?”
“Ogah!”
“Kalau gitu, cium dulu,” katanya sambil menunjuk pipinya.

Aku menurut, berbalik dan menciumnya. Bang Jo memelukku, akupun tak menolak hingga kita, tepatnya aku terlelap. Itulah terakhir kali aku berbicara dengannya. Karena subuh saat kubangunkan untuk shalat ia sudah tak bernafas.
~~~
Dua tahun sudah aku hidup tanpa Bang Jo, rumah dan toko kujual. Kami pindah ke rumah Ambu, atas permintaan mereka, karena Naufal pun sudah mandiri dengan istrinya mengelola sebuah toko pakaian.

Dengan mertua pun berdekatan, jadi saat mereka kangen cucunya tak perlu jauh.
Hingga suatu sore, saat aku tengah tiduran setelah pulang dari toko membantu Naufal, Farah menepuk-nepuk pipiku.

“Bunda!”
“hmm.”
“Bangun, iihh.”
“Ada apa?” kataku sambil membuka mata.
“Di rumah Eyang ada Om baru, tadi siang datang Eyang sampai nangis loh, Bun.”
“Om baru?”

Farah mengangguk, lalu ia pamit mandi. Aku masih tercenung memikirkan Om baru, siapa pikirku. Ketika ada yang mengetuk pintu, bergegas keluar dari kamar menuju pintu depan. Begitu dibuka jantungku seakan melonjak.

“Arkan?”
“Boleh aku masuk?”
“Iya, silahkan!”

Lama kami saling diam, disamping bingung harus berkata apa, juga masih sibuk menata deburan rasa yang berbaur memenuhi rongga dada. Sampai akhirnya Arkan bicara.

“Aku datang untuk minta maaf, padamu Cha.”
“Sudah terlalu banyak kau mengucap maaf, apalagi?”
“Kamu marah, benci padaku?”
Aku tak mampu menjawab, hanya terdiam sambil memaikan ujung jilbab.

“Kalau kamu masih marah aku terima, tapi sebelumnya dengarkan penjelasanku, Cha. Aku tak kuasa menyakiti orang-orang yang telah berjasa, aku bukan anak kandung Bapak sama Ibu. Aku anak angkat mereka, lalu pantaskah aku mematahkan harapan mereka?” Arkan bercerita dengan sedikit terbata. "Apa kamu pikir aku bahagia? sakit Cha, sampai aku harus pergi agar tak bertambah sakit melihatmu." tambahnya.

Aku menatapnya haru, ternyata dibalik semua kepengecutan yang kusandangkan padanya, ada keluhuran budi.

“Aku datang ingin meminta satu kesempatan, untuk kita kembali menjalin apa-apa yang telah lama terputus.”
"Istrimu?"
"Istri? Hahaha" ia tertawa hambar.
"Aku mengajukan mutasi ke pelosok, bertahun-tahun kumengabdikan diri di sana, di hutan tepatnya. Kalau monyet banyak."
Aku tersenyum, lucu dengan ceritanya.
"Senyummu masih sama, yang terindah."
"Aku sudah tua, Ar."
"Apa kamu lupa? sampai jadi Nenek-nenek pun kau tetap yang terindah bagiku."
"Gombal."
"Serius ... kalau bukan karena indahmu mana mungkin aku betah berteman monyet selama bertahun-tahun."
"Kamu tak berubah ya gaya bahasanya."
"Mungkin,
dan selama di sana aku menulis buku, yang rencananya mau kuhadiahkan padamu, kalau bersedia jadi istriku."

Garut 04 Maret 18


Karya : Nay Moza
di grup FB Komunitas Bisa Menulis

_____________

maaf ya mba, ga ijin mau share.. tulisannya bagus bangettt.. 

FAKTA : SEMUA WANITA ITU CANTIK !

         FAKTA SEMUA WANITA ITU CANTIK :


  1. Dasarnya, semua wanita itu cantik (kalau didandani, hihihi)
  2. Semua wanita itu cantik (kalau punya duit buat ke salon)
  3. Semua wanita itu cantik (tergantung dari sudut pandang mana)
  4. Semua wanita itu cantik (hidungnya aja kah, matanya aja kah, rambutnya kah, hihi.. tapi ini kan salah satu unsur kecantikan)
  5. Semua wanita itu cantik (permak pake aplikasi aja sekarang mah gampang gratis lagi ga perlu ke salon)
  6. Semua wanita itu cantik (kata mamakku sih)
  7. Semua wanita itu cantik (mas swami sih iyain aja yaa.. asal jangan bandingin ama yg dibelakang, haissshh)
  8. Semua wanita itu cantik (ya iyaaalaaaah.. semua orang juga tau ! kalau ganteng namanya laki!!!)



sekilas iklan aplikasi kecantikan, wkwk

Senin, 05 Maret 2018

Persiapan LO - Laparoskopi ; Laboratorium & Radiologi (05 Maret 2018)

Hari ini pertama konsul untuk persiapan operasi. Yakni ke laboratorium untuk cek darah + urine lengkap, dan photo thorax di radiologi.

Seperti yang pernah aku bilang sebelumnya, di rsup fatmawati itu super duper antri semua-muanya. Jadi kalau mau kesini ya harus siap bersabar, dan kalau kamu adalah pekerja kayak aku.. better kamu obrolin masalah kesehatanmu ke atasan untuk mempermudah perijinan. Karena disini untuk konsul itu dari pengalamanku kesana, pasti minimal sampe siang (dhuhur). Jadi pastikan kalau kamu boleh ijin masuk siang.

Pengambilan darah untuk glukosa puasa dan glukosa PP 2 jam.. Kamu harus puasa minimal 10-12 jam (tetep boleh minum air putih loh yaa), setelahnya kamu makan lalu puasa lagi 2 jam.
Diambil darah kurang lebih 90 cc (jadi 3 tabung kecil karena yang akan diperiksa lumayan banyak). Tapi ini ga seberapa sih ya dibanding donor darah 250 cc dan menggunakan jarum yg lebih besar.
Pemeriksaan untuk lab sendiri adalah sebagai berikut :




Surat Pengantar Lab

Rincian Biaya Cek Lab (lumayan lah yaa kalau kena biaya, alhamdulillah dicover BPJS)



Nah, sambil menunggu untuk ambil darah lagi (setelah puasa 2 jam), aku sama suami mendaftar untuk Rongent (Foto Thorax) di gedung Radiologi. Awalnya agak bingung, karena 1 gedung itu untuk pemeriksaan macem2 yang berhubungan dengan Radiologi. Tapi syukur mata yang minus ini melihat tulisan PENDAFTARAN di salah satu meja CS.. (bukan sesuatu yang wah sih, hehe). Bersyukur juga disitu stand by pak satpam, pas mau taroh surat pengantar thorax, diinfo sama pak satpamnya untuk langsung mengantri di pintu 3 (di gedung Radiologi itu ada 5 pintu dengan klasifikasi masing2 ada foto thorax, MRI, foto panggul, dll). Lumayang mengantri juga.., oya baik cek lab maupun radiologi, sekali dipanggil langsung 5 pasien, mungkin untuk meringkas waktu yah.. dan menurutku termasuk efisien.

Disana ngapain aja ? Karena sudah pernah cek keduanya baik ambil darah maupun thorax, jadi sudah bisa menebak sih nanti mau diapakan. Dan khusus untuk foto thorax ini, sengaja pilih baju atasan dan bawahan yang mana baju atasannya mudah dilepas (kemeja kancing), karena disana akan diminta untuk ganti dengan baju khusus untuk foto rongent (biasalah, cuma selembar kain dengan tali), dan semua yang berbau logam harus dilepas (terpaksa harus lepas kerudung juga pas fotonya, sebenere peniti2 sudah dilepas sih, daripada ribut ngikut instruksi aja lah yaa). Ini ga lama kok, cepet, ga sampai 5 menit.

Rincian biaya nya sebagai berikut :





Untuk hasil cek lab diatas, semuanya bisa diambil 1 hari setelah cek, yakni esok hari dan tentunya.. Budayakan antri ! hihi..





Runtuhnya Langit Malam, Tragedi Cilandak 30 Oktober 1984

Hawa malam di hari senin 30 oktober 1984  itu terasa panas, acara dunia dalam berita yang dibacakan pembaca berita Unun Sugianto dan Yasir Denhas di TVRI baru saja usai mengumandangkan jingle khas penutupnya dilanjutkan  acara Arena dan Juara, sebuah acara  favorit saya meskipun hanya berupa rekaman-rekaman pertandingan menarik di beberapa cabang olah raga. Saat memasuki kamar depan dan membuka jendela untuk memberi hawa segar masuk kedalamnya, bunyi petasan yang meletup-letup terdengar bersahutan dari arah belakang rumah.

Cukup lama saya menyimak suara janggal itu, karena biasanya hajatan penduduk pinggir kompleks perumahan umumnya dilaksanakan di hari sabtu atau minggu dan mereka sering membunyikan petasan tanda pembuka pesta. Suara teriakan tiba-tiba membahana di malam itu, sahut menyahut memberi tahu berita yang terdengar simpang siur, "Gudang peluru meledak lagiii!". Kaki saya spontan melintasi bibir jendela kamar dan melompatinya hingga sampai ke teras depan. Ibu, kakak dan adik saya keluar memastikan berita, saat itu ayah tak ada di rumah, ia berdinas di satu kantor militer di pusat Jakarta. Tubuh kurus saya yang mulai meninggi   melesat, menyusuri jalan depan rumah dan melewati  lorong kecil arah barat dekat lapangan badminton untuk melihat apa yang terjadi, terdengar ibu berteriak memanggil.

Saya tahu dimana  gudang peluru itu, tempat dimana saya sering bersama sahabat kecil saya,  wiranto,Yudi, Iyok dan Narto bermain ditepi-tepinya. Gudang peluru itu berbentuk bagai  enam makam besar dengan gundukan berbentuk parabola yang di masing-masing ujungnya terdapat tangga menuju kebawah dan dibatasi oleh kerangkeng besi kokoh dan pintu kayu maha berat. Letaknya yang dekat dengan Dapur tempat memasak bagi keperluan pasukan penghuni asrama yang tinggal didalam markas  lebih membuat kami menjuluki tempat itu sebagai "Belakang dapur" dibanding menyebutnya sebagai gudang peluru. Mulanya kami tak menyadari bahwa tempat bermain kami itu tersimpan ribuan peluru roket besar sebesar batang kelapa yang dulu disiapkan oleh presiden soekarno untuk menghantam tentara kerjaaan Belanda guna membebaskan Irian barat, sampai sebuah letusan kecil pernah terjadi pada bulan Juli 1984 sebelumnya namun berhasil dipadamkan. Saya menyeruak dan menerjang berlawanan arah dengan beberapa Provost yang mencoba menghadang laju orang-orang yang sangat ingin tahu, dan tiba-tiba.....kami saling bertubrukan. Lampu seketika padam mengakibatkan pandangan yang gelap gulita tanpa cahaya. Para Provost berteriak mengusir siapa saja yang berjalan ke arah gudang peluru yang jaraknya hanya  1-2 kilometer saja dari rumah kami. Saya panik dan berlari berbalik arah, suara dentuman mulai mengeras dan menggetarkan bumi.

Tiba dirumah, sekeluarga kami nampak panik kecuali ibu. Ia sibuk berunding dengan para tetangga untuk berencana seterusnya akan berbuat apa namun dentuman demi dentuman membuyarkan semuanya, satu demi satu tetangga kembali kerumah dan mempersiapkan pengungsian apa adanya. Sementara Ibu memasukkan segala pakaian yang bisa dibawa, kami anak laki-laki mempersiapkan segala surat yang perlu dibawa dalam sebuah kopor. Adik bungsu saya menangis sejadi-jadinya, karena ketakutan luar biasa dan juga menangisi sofa baru di ruang tamu kesayangannya yang baru saja dibeli ayah seminggu yang lalu. Ibu duduk berdoa diruang tamu lalu meletakkan sebuah Alqur'an di atas meja dan mengajak kami bergerak meninggalkan rumah. Ketenangan ibu saat itu memberi kekuatan tersendiri. Di jalan utama ribuan orang mulai bergerak, takbir berkumandang, doa dihantarkan dari mulut semua orang, tangis anak-anak kecil yang tak  terperikan ketakutannya karena tak tahu ada apa gerangan sementara manusia dan kendaraan tumpah ruah mencari jalannya masing-masing.

Gelegar yang menggoyang bumi  bersahutan tiada henti di belakang kami dalam gelap gulita tanpa penerangan. Perjalanan yang sungguh dahsyat ditingkahi dengan teriakan "Awaaaas...!" berkali-kali. Peringatan itu berulangkali dikomando para lelaki dan tentara muda yang ikut juga meninggalkan markasnya ketika bulatan merah melintas beberapa meter  diatas kepala mendesirkan gemericik pasir dan hawa yang amat panas pada tengkuk. Ribuan orang seirama bertiarap di jalan-jalan lalu kembali berlari menuju arah selatan tanpa tahu mau kemana tujuan akhirnya. Desir panas datang dari roket yang meluncur tak tentu arah kearah timur dan beruntung hanya beberapa kearah selatan tempat arah kami berusaha mengungsi, sebuah pilihan yang tepat yang hanya Tuhan saja yang tahu mengapa semua orang memilih arah itu. Roket itu melesat silih berganti bagai tiada kendali dan bunyi dentuman beberapa ton besi yang panjang menghujam tanah kebun-kebun yang kami lalui siap mencabut nyawa ribuan orang yang jatuh bangun bertiarap dan berdiri dengan teriakan masing-masing. Dalam kilatan cahaya yang menerangi gulita malam itu  sebuah mobil berjalan perlahan bersama dibelakang kami sekeluarga dan sorot lampunya menandai punggung kami lalu terdengar teriakan orang dari dalamnya mengajak kami sekeluarga untuk ikut ke dalam mobil itu. Mereka tetangga kami cukup jauh yang mengenali ibu karena ibu sering membuatkan baju untuknya. Karena kami masuk rombongan pertama, jalan masih memungkinkan untuk ditembus, sementara dibelakang kami lautan manusia harus berjalan tertatih tatih, jatuh bangun menuju tempat yang aman sejauh mungkin menghindar lokasi ledakan. Kembali Tuhan memberikan kendaraan cepat untuk kami meninggalkan epicentrum ledakan yang merontokkan fondasi dan dinding-dinding rumah yang kami tinggalkan.

Kami tiba lebih cepat di kawasan Pondok Cina disbanding mereka yang tak beruntung hingga harus terus menyusuri jalan yang panjang dimalam itu. Ketika tiba di tanah yang datar depan halte Universitas Indonesia yang kala itu masih belum beroperasi, kami memandang kearah utara melihat langit memerah meletup letup dengan bara yang membumbung serta kilatan roket yang melintas diangkasa siap memangsa apa saja yang ada di depannya. Sekonyong-konyong ditengah doa untuk para tetangga dan kawan-kawan yang tengah berjalan mengungsi, sebuah ledakan maha dahsyat menghantam wajah-wajah yang cemas, buliran pasir yang terhempas dari arah utara membuat sebuah desingan hebat hingga membuat kami tersungkur di jarak yang demikian jauh dari tempat ledakan. Semua kembali ke mobil dan meneruskan perjalanan menuju depok tempat dimana beberapa kerabat yang mau menampung kami sebagai pengungsi.

Malam itu seluruh wilayah Jakarta selatan dan timur morat-marit, roket berdentam ke tanah menghajar apa saja dibumi tak ada yang menghentikannya. Sungguh suatu kemurahan Tuhan, tak ada satupun roket itu meledak pada titik jatuhnya hingga korban tak banyak jatuh karena ledakan, padahal di dalam gudang itu terlontar peluru dan rudal berjenis roket berjarak tembak 15 km yang bila peluru ini meledak, seorang anak yang berada 100 meter dari ledakan akan muntah darah karena jantungnya tergetar. Kemudian ada howitzer 140 mm, ada peluru-peluru meriam anti Tank. Juga di situ disimpan bahan peledak TNT dalam pak-pak lima pon (TEMPO). Malam itu kami tidur dalam pengungsian, disebuah rumah seorang wartawan di Depok sementara ayah yang bergegas menuju rumah kami di tengah tugasnya hanya bisa berdiri di lapangan seberang Trakindo bersama Pangab Jenderal L.B. Moerdani, Pangdam V Jaya Mayor Jenderal Try Sutrisno, Kapolri Jenderal Anton Sudjarwo, dan Kapolda Metro Jaya Mayjen Soedarmadji yang sama sama berada dilokasi itu karena tak mungkin untuk bergerak meninjau langsung ke lokasi lebih dekat. Dalam catatan beberapa majalah dan Koran seperti Tempo, Sekitar 370 pasien diungsikan ke berbagai tempat: RS Pertamina, RS Yayasan Jakarta, ke Apotek Retno, Gereja HKBP, Balai Rakyat, Masjid - yang berlokasi agak jauh dari gudang mesiu itu. Dua pasien meninggal. kena serangan jantung. Dan karena panik 35 bayi dapat diungsikan, tapi tanda pengenal bayi yang tak sempat dipasang.

Setelah semua pasien diungsikan, baru sebuah peluru menghajar Asrama Putri II. Peluru itu menembus tembok, tembok pun hancur. Sebuah pesawat televisi masih tampak utuh terjepit reruntuhan tembok. Dalam ledakan malam itu para Marinir menyelamatkan tank dan panser menjauhi tempat kebakaran, sementara puluhan mobil pemadam kebakaran semula berniat memadamkan api tapi langsung berbalik arah karena yang dihadapi adalah enam buah gudang peluru, satu kendaraan tertinggal dilokasi karena kepanikan yang terjadi. Hingga esok paginya, ayah tak tahu dimana kami berada demikian juga kami tak tahu ayah dimana, saat itu tak ada mobile phone yang bisa saling memberi kabar. Hari kedua ketika ledakan agak mereda saya meminta ijin ibu untuk pergi sendiri kembali kerumah dan ia mengijinkan dengan wajah khawatir. Dengan menumpang kendaraan apa saja saya berhasil bertemu ayah di depan rumah yang nyaris rata dengan tanah. Serpihan mortir menancap didinding-dinding yang tersisa. Uniknya bangunan rumah kami hancur rata dengan tanah namun masih ada ruangan yang berdiri kokoh satu petak saja yaitu ruang tamu. Dindingnya utuh namun kaca-kaca hancur tak tentu bentuknya. Disana sofa baru yang dibeli ayah sudah terselimuti serpihan debu, dan diatas meja kaca yang masih utuh, satu buah kitab suci Alqur'an dimana ibu meletakkannya sebelum mengungsi masih ada diatasnya tanpa tergeser sedikitpun.

Saya membayangkan betapa bahagianya adik bungsu saya jika tahu sofa kesayangannya masih utuh tanpa rusak sedikitpun. Mulai hari itu, saya sendiri dan ayah hidup dalam tenda pengungsian sementara ibu dan adik serta kakak tetap berada di kawasan depok hingga situasi aman. Berdiri mengular di depan dapur umum untuk menerima makan pagi siang dan malam sudah menjadi keharusan yang harus dihadapi murid SMP seperti saya. Tinggal menyebut anak siapa, maka sebongkah daging, ikan dan sayur serta nasi akan ada dalam dekapan.

Maka ketika dalam sebuah kesempatan saya mengajak ketiga anak lelaki saya tidur dalam dingin malam dikawasan Cibodas dengan tenda yang terus berogoyang tertiup angin, saya menyampaikan cerita ini pada mereka bahwa kapanpun dan dimanapun kita hidup bencana selalu siap menelan kita sebagai manusia, tak peduli di kota atau didesa. Mereka saya siapkan untuk bisa hidup dalam dekapan hangatnya hotel bintang lima, namun tak ada salahnya mereka juga bersiap untuk bisa hidup dalam tenda pengungsian ketika Tuhan menguji hidup kita.

Ketika langit malam runtuh saat itu, Tuhan berseru dalam gemuruh dan desingan peluru, “Tugas Manusia adalah berusaha dan Tuhan senantiasa menyiapkan hadiah bagi setiap mahlukNya yang Bersabar..."

Penulis : Dhadhoenx Hariyanto -
di grup FB Indonesia Tempo Doeloe (ITD)

Kehamilan Kedua

            Waktu itu tanggal 7 Februari 2021, ada seseorang share di grup wa tentang seleksi beasiswa S2 tazkia jurusan magister ekonomi sy...